Friday, August 31, 2018

Still Remember


Peony Time

Hari ini cuaca lumayan menarik. Matahari tidak terlalu menampakan sepenuhnya. Awan tengah bergelimut di bawah langit biru nan indah. Sesekali aku mulai menampakan senyum manis di bibirku. Entah kenapa rasanya ku ingin menikmati hari demi hari di taman ini. Meski kadang aku ingin menangis tak karuan
Mengingat hal yang tak mau aku ingat

Bunga peony masih seindah dulu. Saat satu bulan yang lalu. 

Seketika ku ingat

Tetapi seseorang yang tengah duduk di sampingku langsung saja menggenggam tanganku erat. Meski tangannya dingin aku merasa hangat begitu saja. 

"kenapa?" tanya nya khawatir membuatku malah tersenyum melihat dia tampak begitu penasaran

Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan sembari membalas genggaman eratnya. Sungguh sangat nyaman dan dingin. Mungkin rasa ini hanya bisa di rasakan olehku. Tapi, dia mungkin tidak bisa merasakannya lagi.

Aku tersenyum lepas menampilkan deretan gigi putihku

Jujur, ini adalah satu bulan terbaik untukku bahkan lebih. Hari demi hari aku bisa menghabiskan hari hanya bersama dengan orang yang ku sayangi bisa bersama seseorang yang selalu ada di sampingku 

Aku juga tak lupa untuk membawa setangakai bunga peony ketika aku pergi ke Vendolpark. 

Aku di sini kemarin, hari ini dan pastinya besok

Dengan tujuan satu,

Bertemu dengan pacar ku, Juan. 

"Ini" Aku memberikan Juan bunga peony. Setiap hari aku selalu memberikan Juan setangkai peony. Itu untuk selalu mengenang saat pertama aku bertemu dengannya, peony tengah bermekaran waktu itu.

"Kau suka?" Tanyaku membuat Juan menoleh ke arahku 

Juan hanya melengkungkan sudut bibirnya, senyum. Dia memang begitu, lelaki yang dingin dan tidak terlalu romantis. Tapi aku suka apa adanya tanpa dia harus romantis aku masih bisa meromantiskan suasana. Bahkan dia selalu mengatakan satu atau dua kata hanya untuk menjawab pertanyaanku

Sungguh awalnya aku seperti punya pasangan yang kurang perhatian. Seperti, hanya aku yang mempertahankan cinta ini.

Tapi,

Terakhir dia mejawab setelah beribu kali aku bertanya seperti itu "Untuk apa aku selalu di sampingmu dan menjagamu jika kau ragu untuk mempercayaiku"

Karena itulah aku selalu menyukainya apa adanya tanpa harus memaksa dia untuk menjadi lebih dari yang ku inginkan.

Aku melihat ke sepenjuru taman. Melihat banyak orang Amsterdam tampak bersuka ria di Vondelpark. Berlari lari bagai kupu kupu monarch di pagi hari

Aku tidak? Aku akan tetap duduk dan melihat Juan yang sedang kaku melihat bunga peony di depan sana. Dia bilang dia melihat bunga peony di taman seperti melihat ku di depannya

Besok mungkin aku akan ke sini lagi dan bertemu dengannya

"Kenapa bunga Peony bermekaran hanya saat beberapa tahun sekali? Tidak untuk setiap hari?" 

Aku kembali bertanya sambil meletakan bunga peony di pangkuan Juan

"Karena bunga peony bunga yang indah. Jika setiap hari bermekaran pasti orang orang akan memandangnya bosan seperti ilalang"

"Kau pintar juga y" Aku tertawa lepas 

Dan Juan hanya memandang ku sembari tersenyum hangat

"Lan, jika aku menghilang kau mau menangis untukku?"

Tiba tiba saja Juan memandangku intens sekali sampai aku harus memalingkannya. 

"Tentu" ujar ku singkat. Entah kenapa aku malah tertawa kembali melihat ekspresi Juan yang sangat serius

"Jika aku besok tidak bisa menemani mu kembali kau mau melupakanku?"

Aku terdiam. Sekejap Juan tersenyum ke arah ku

Entah kenapa itu menyakitkanku. Dia tersenyum membuatku sakit sekali. Aku teringat sesuatu tentang kalimatnya

Aku terdiam kaku

Menundukan kepala

Dan menangis

Amsterdam, 28 Juli 2018

Aku kembali ke Vondelpark. Duduk di bangku taman seperti biasanya. Aku menunggu Juan hari ini lagi besok dan seterusnya. Kemarin aku di buatnya menangis tapi, itu hanya sebentar dan Juan membuatku kembali tersenyum

Jika ku ingat kemarin Juan mengatakan mungki akan datang hari ini, mungkin. Padahal belum pasti dia akan datang tapi aku lihat,

Aku mengecek arlojiku

Pukul 07.12 am

'Masih pagi' batinku 

Tapi, biasanya Juan sudah duduk tenang dibangku ini. Memandangku bahagia saat aku datang menghampirinya

Ya, setidaknya aku ontime 

Diam

Dan 

30 menit pun berlalu

Cuaca makin panas menyengat tapi beruntungnya masih ada bayang bayang daun pillow yang melindungiku dari terik matahari

Masih ada celah untuk hangatnya pagi di hari minggu

Juan? Apa dia benar benar tidak akan datang?

Aku mulai merasa khawatir

Tiba tiba saja terdengar suara langkah kaki menghampiriku. 

Aku pun menoleh

"Juan?" tebakku 

Dan ternyata bukan. Itu bukan Juan

"Hay Lan!" Seru gadis yang menghampiriku dengan tangan melambai

Dia ternyata Rose, temanku yang bekerja di Paris. Sejak kapan dia ada di Amsterdam? Bukannya dia bilang tidak bisa ambil libur di bulan ini?

"Rose?" aku berdiri sambil menyambutnya dengan senyuman. Rose duduk di sampingku dan menghela napas lega.

"Maaf y Lan aku belum sempat menjenguk mu waktu itu" ujar Rose langsung ke inti pembicaraan

Sebulan lebih aku sudah melewati musibah yang menimpaku. 

Dan Rose waktu itu belum bisa pulang ke Amsterdam. Dia terlalu sibuk untuk mengurus pekerjaannya

"Tidak apa apa aku mengerti" tukasku tersenyum 



Rose kemudian menyenderkan tubuhnya ke punggung bangku. Menatap langit dan melihat ke pohon pillow

"Lan maaf ya, waktu Juan meninggal aku justru tidak pulang dan menjenguk keadaanmu" Rose menghela napas berat "Sebulan yang lalu Juan bilang akan melamarmu. Justru dia pergi dan meninggalkanmu"

Aku sudah membendung air mataku. Mataku ku sudah tak bisa di kendalikan lagi. Merah dan pastinya lembam. 

Rose menatap ku dan tersekejap terkejut

Dan memelukku

Aku ingat

Aku ingat

Sudah 49 hari Juan pergi meninggalkanku

Kemarin adalah hari terakhir dia menemaniku untuk menikmati mekarnya bunga peony. Pertama bertemu mekarnya bunga peony. Dan peringatan 49 harinya Juan meninggal pula lah poeny bermekaran.

Aku lupa kalau Juan sudah tidak ada lagi di dunia ini

Bahkan dia seperti masih hidup di pikiran dan hatiku

Juan ku Vondelpark, Amsterdam 2018

Writter by :@fariqh24




Monday, August 20, 2018

mencintai orang lain

Letta
Bolehkah mencintai seseorang saat orang itu sedang mencintai orang lain?


Letta duduk dibangkunya. Membuka buku catatan dan melihat apakah dia harus mengulang pelajaran yang telah dipelajarinya tadi pagi. Letta tidak cukup pintar dikelasnya. Ia terbilang standar dalam hal belajar dan mendapatkan peringkat tinggi. Sedari tadi suara hiruk pikuk dikelasnya mulai terdengar. Apalagi saat ia harus berada di tengah-tengah kedua temannya yang terbilang berlambe turah. 

"Lett, kemarin magang dua minggu ada hasilnya ngga ni?" Tanya Sindy yang berada tepat di samping kiri Letta. Dia bertanya seakan Letta sudah selesai magang dari pekerjaannya mengurus pangeran saja.

"Oh yang benar saja Sin" Jawab Letta memutar bola matanya penuh kejengkelan. Temannya yang satu itu terlalu ingin tahu ya, tanda kutip kepo. "Kau pikir ada yang mau denganku jika aku saja selalu bersikap pecicilan" 

Letta berdiri dari bangkunya dan meletakan buku catatan itu di sembarang tempat. Ia sudah sangat lapar untuk menjawab pertanyaan Sindy, terlalu berkoar juga tidak baik. 

"Lu sih Sin" Key menyenggol gadis berkuncir kuda itu dengan kesal karena telah membuat temannya pergi begitu saja tanpa pamit dulu. Key segera menyusul Letta keluar dari kelas, takutnya Letta kesal dan marah sebab uca pan Sindy tadi. Ya Key tahu sendiri dialah yang merasa paling waras diantara kedua temannya itu. 

"Gua salah ya? Bodo lah" Sindy tidak menghiraukannya, ia malah asyik sendiri saat membuka beberapa lembar catatan Letta. Awalnya Sindy mengeluarkan ekspresi yang biasa saja, tapi setelah dia melihat satu lembar catatan lalu untuk kedua lembar catatan Letta, Sindy hanya terdiam kaku dengan tergesa dia segera menutup kembali catatan tersebut. Sindy tidak bermaksud melihat lebih jauh lagi. Ia hanya mengira itu buku catatan pelajaran biasa. Sekarang apa yang Sindy lihat di catatan itu,

Hanya kesalahan yang harus di lupakan.

Sindy pun keluar dari kelasnya dan memposisikan catatan itu kembali ke semula. Dimana Letta tidak akan curiga bahwa Sindy telah membukanya.

"Lett?" Key menuangkan segelas cola kedalam gelas Letta. Sedari tadi gadis itu hanya melamun dan tidak mau digubris sama sekali. Bahkan Key sudah bosan melihat siluet hitam dari Letta. Takutnya ada yang salah dan Key tidak tahu.

"Lu ko ninggalin gua sih Keyong!" Tiba-tiba Sindy datang dengan berkacak pinggang sambil menggebrak meja kantin yang tengah di pakai oleh Key dan Letta. Sentak saja Letta langsung terkejut hebat saat temannya itu mengagetkan jatung satu-satunya yang ia miliki.

"Ok Sin nama gua keydie bukan keyong, lagian lu datang-datang gebrak meja lagi!" 

"Lu baik-baik aja kan Lett?" Tanya Sindy mendudukkan dirinya tepat di samping Key duduk. Ia ingin melihat apakah Letta baik-baik saja

"Lah apaan sih lo Sin, serius amat. Lagian gua ga papa ko" Jawab Letta dengan cengiran nya yang khas. Dia menjawab bahwa dia baik-baik saja pun sudah membuat Sindy tidak khawatir lagi. Sekarang mungkin, akan menjadi pelajaran sendiri untuk Sindy untuk tidak terlalu berharap mendapat jawaban yang banyak dari Letta. Melihat gadis itu baikpun sudah cukup. Apalagi soal catatan tadi.

Bel pulang sekolah pun akhirnya berbunyi. Letta segera merapikan semua keperluan sekolahnya yang berserakan di meja. Besok akan seperti ini lagi? Membosankan, batin Letta sedikit mengeluh tentang rutinitasnya setiap hari. Kedua temannya sudah pulang duluan. Letta membuat dirinya sedikit terlambat untuk pulang. Kemudian, dengan wajah cemas Letta merogoh saku roknya dan mendapati ponsel nya bergetar. Ouh, notifikasi dari Instagram. Mengecheck sedikit boleh lah, lagian dia pulang sekolah jam 2 siang bisa sampai di rumah sekitar jam 3 siang.

Mata Letta terbelalak ketika seseorang yang tengah di tunggu-tunggu untuk memfollow akunnya juga, sudah empat chat yang Letta kirim ke DM ig untuk meminta follback pun akhirnya dikabulkan. Meski tidak sebahagia saat lelaki itu masih ia lihat di tempat kerja dengan gombalan nya yang basi untuk di dengar. Sayangnya, gombalan lelaki itu selalu kepada teman perempuan nya. Tidak pernah Letta dengar pria tersebut menggombal kepadanya.

Ya pemberi tahuan untuk hari ini sudah cukup. Sudah waktunya untuk Letta pulang dan tidak berharap banyak dari orang yang disukainya itu.

Letta berhenti sejenak di depan sebuah gedung besar nan tinggi. Ia melihat ke dalam ruangan itu dengan seksama dan begitu mengamati. Entah apa yang tengah ia amati sampai pikirannya serius sekali hingga tidak memperhatikan bahwa banyak karyawan yang melihatnya bak orang bodoh. Dulu, gedung itu lah tempat Letta bekerja selama dua minggu. Meski, terbilang cukup singkat Letta tetap senang dengan semua hal yang dia dapat. Termasuk ketertarikannya kepada seorang karyawan yang menurutnya unik dan bahkan semua hobi nya hampir menjadi hobi Letta juga. Gadis bermata sipit bulat itu beranggap bahwa pria tersebut menyukainya juga. Ya mungkin, tidak ada peluang yang besar, sebesar sebuah rubik pun tidak. Letta terlalu berharap dicintai. Semua orang yang dianggapnya istimewa pasti Letta beranggapan lebih dari sekedar spesial.

Sampai gadis itu terdiam sejenak dan berjalan kaku seakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya.

Letta duduk di sebuah bangku di bawah pohon besar di dekat gedung tersebut. Memangku tasnya lalu terdiam kembali. Kau tahu? Letta adalah orang yang sering mencintai tapi, tidak pernah mendapat cinta dari orang yang dicintainya. Bahkan mereka seakan beranggapan teman lebih baik untuk hari ini.

Saat itu, saat dimana Letta harus kembali ke sekolahnya dan menyelesaikan hari untuk magang. Letta lumayan dibuat iri dengan gadis yang di sukai Arka, seniornya di tempat Letta bekerja. Awalnya hanya sekedar bercerita sejenak, justru Arka menunjukan orang yang menjadi pacarnya pada satu tahun yang lalu. Dia mengaku bahwa dia sudah punya pacar bahkan mengatakannya di depan Letta. Letta hanya percaya saja dan tidak terlalu mencampuri. Tapi, justru rasa iri itulah yang membuat Letta semakin ingin tahu. Awalnya Arka mengatakan bahwa dia masih berpacaran dengan gadis itu, lalu kedua kalinya Arka mengatakan bahwa dia sudah putus.

Entah kenapa itu membuat Letta tidak bahagia meski  seharusnya Letta bahagia sebab hubungan yang membuat iri itu sekedar masa lalu. Letta bertanya kenapa? Arka hanya menggelengkan kepalanya dan berakhir dengan wajah ceria yang dibuat-buat. 

Pria itu belum bisa melupakan mantan kekasihnya, dia masih berdiri di sisi sana dan tidak mau bergerak.

Pantas, pantas sekali. Arka ternyata adalah orang yang sangat kesepian hingga menganggap teman perempuannya sebagaielaki yang sudah akut dalam urusan memikat dengan gombalannya itu. Malah menganggap Letta sebagai kakak perempuannya. Karena Arka tahu bahwa Letta mirip dengan kakak perempuannya yang bernama sama dengan Letta. 

Menyukai Arka hanya sekedar suka saja ternyata. Letta ingin mundur dan melupakan semuanya. Lagi pula Arka masih tetap berdiri disatu tempat, mengharapkan kembali cinta dari gadis itu. 

Sementara itu, Letta membuka catatan sekolahnya. Membuka satu lalu dua lembar kertas tersebut.  Disana tertulis dengan jelas bahwa Letta menyampaikan beberapa hal yang sangat ia pendam.

"Arka, entah kenapa aku berharap dia menyukaiku. Tapi, dia tidak mau bergerak dan hanya berada disisi itu. Aku harus bagaimana? Jika Keydie lah gadis yang tidak ingin dilupakan Arka"


written by @fariqh24